emasnaik.com – Rencana konsolidasi perusahaan asuransi milik negara semakin konkret. Pemerintah melalui Danantara menargetkan penyatuan 16 perusahaan asuransi BUMN menjadi tiga klaster utama, yakni asuransi jiwa, asuransi umum, serta asuransi kredit. Tujuannya jelas, memperkuat daya saing, meningkatkan efisiensi, sekaligus memperbaiki tata kelola industri yang selama ini dinilai belum optimal. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menegaskan konsolidasi ini akan memperbesar kapasitas bisnis, memperkuat permodalan, serta membuka peluang ekspansi lebih luas.
TUGU dalam Posisi Strategis
Di antara perusahaan asuransi BUMN, PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (TUGU) dinilai memiliki peluang besar menjadi surviving entity di klaster asuransi umum. Analis PT Trimegah Sekuritas Indonesia, Kharel Devin Fielim, menyoroti keunggulan TUGU karena statusnya sebagai satu-satunya perusahaan asuransi pelat merah yang sudah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kondisi ini membuat TUGU lebih unggul dalam hal tata kelola, transparansi, dan akses ke pasar modal. Preseden merger bank syariah menjadi rujukan kuat. Saat itu, meski Bank Syariah Mandiri memiliki aset lebih besar, yang dipilih sebagai surviving entity adalah BRI Syariah karena berstatus perusahaan publik. Dengan logika serupa, posisi TUGU semakin kuat untuk menjadi pemimpin konsolidasi.
Kompleksitas Merger dan Potensi Aksi Korporasi
Bahana Sekuritas dalam laporan SOE Insurance pada awal September 2025 menekankan adanya tantangan besar dalam restrukturisasi BUMN asuransi, khususnya bagi perusahaan yang berbentuk joint venture dengan mitra asing seperti Axa Mandiri, BNI Life, maupun BRI Life. Dalam konteks ini, TUGU justru dinilai memiliki jalur negosiasi lebih jelas karena terbiasa dengan standar keterbukaan informasi sebagai perusahaan terbuka. Beberapa asuransi umum BUMN berpotensi merger dengan TUGU, termasuk Jasa Raharja, Jasindo, PLN Insurance, dan Asuransi Asei Indonesia. Konsolidasi ini ditargetkan selesai pada tahun buku 2026, meniru pola merger bank syariah yang dianggap sukses sebelumnya. Jika menggunakan model holding di bawah Indonesia Financial Group (IFG), TUGU tetap berstatus entitas publik. Namun jika merger penuh dipilih, TUGU kemungkinan besar akan menjadi entitas dominan yang menyerap perusahaan lain.
Kinerja dan Valuasi TUGU
Selain isu merger, saham TUGU saat ini dinilai sangat murah dari sisi valuasi. Perusahaan tercatat dengan price to earnings ratio (P/E) 4,82 kali serta price to book value (PBV) 0,35 kali. Angka tersebut jauh di bawah rata-rata tiga tahun terakhir, bahkan lebih rendah dari minus satu standar deviasi. Pada 2024, TUGU mengelola aset senilai Rp 26,35 triliun dengan ekuitas Rp 10,51 triliun. Dengan skala tersebut, TUGU menjadi salah satu pemain terbesar di segmen asuransi umum BUMN. Data fundamental menegaskan TUGU berpotensi memimpin konsolidasi, menjadi surviving entity sekaligus motor efisiensi asuransi BUMN.
